Kratos, seorang kapten dari pasukan Sparta harus menelan pil pahit, dia dan pasukannya hampir kalah ketika menghadapi suku Barbar.
Kratos yang telah sekarat mendapatkan bantuan dari Ares, sang dewa perang. Dengan membuat perjanjian, Ares pun memberikan sepasang senjata bernama Blade Of Chaos. Sepasang belati dengan rantai yang terikat di kedua lengan penggunanya.
Singkatnya, Kratos pun menang dalam peperangan. Dia pun menjadi pelayan setia Ares, yang selalu siap menuruti perintah Ares. Namun, Ares menipu Kratos yang telah setia kepadanya. Ares memberi perintah kepada Kratos untuk menyerang sebuah desa yang juga tempat tinggal istri dan anaknya. Dalam kebengisannya, Kratos pun tak sadar telah membantai anak dan istrinya.
Sejak saat itu, Kratos dibebani rasa bersalah dan menerima kutukan; kulitnya dibalut oleh abu istri dan anaknya. Kemudian, dengan warna kulit sepucat purnama, garis merah yang melintang di bagian kiri tubuhnya. Kratos pun dijuluki “Ghost Of Sparta.”
Di tengah gelapnya dosa dan rasa bersalah, Kratos menemukan titik terang dari dewi Athena.
Athena menawarkan kepada Kratos, jika dia bisa membunuh Ares dan menyelamatkan kota Athena, maka segala dosanya akan diampuni.
Athena juga memberitahu kepada Kratos, jika satu-satunya cara untuk mengalahkan Ares adalah dengan Kotak Pandora; sebuah artefak mistis yang tersembunyi di punggung titan Kronos— di sebuah gurun nan jauh.
Penggalan cerita itu, menjadi prolog dari sebuah game dengan genre adventure berjudul God OF War I. Dirilis pada tahun 2005, di konsol PlayStasion 2. Game ini menjadi salah satu permainan favorit saya. Selain God Of War, ada banyak lagi game yang sering saya mainkan di konsol PS2 ini.
Mendengar kata God Of War, Bully, Pro Evolution Soccer (PES), Wining Eleven, GTA San Andreas hingga Guitar Hero, membuat saya harus mengingat keriuhan rental PS belasan tahun yang lalu.
Sensasi nostalgia masa kecil lewat game inilah yang ditawarkan oleh seorang zine maker bernama Angger Nugroho (Ranting.) Lewat Memorabilia: Ini Ceritaku Bermain Konsol Game yang menjadi judul zine-nya.
Dirilis ketika Palembang Zine Fest 2024. Sebuah zine berwarna putih, berbahan kertas konstruk 150g. Berukuran 10x14 cm. Stik NinTendo yang dipegang sebuah tangan, dengan sebuah tulisan RTNG di atasnya, menjadi cover zine ini.
Di sampul belakang, ada informasi tentang konsol game yang paling banyak terjual.
Dalam tiga belas halaman, Kak Angger berhasil menyajikan cerita yang saya pikir bakal relate dengan masa kecil anak melenial atau generasi 90-an.
Realitas itu muncul sejak halaman pertama, di mana Kak Angger menceritakan kisahnya saat bermain NES (Nintendo Entertainment System) atau lebih populer disebut “Tendo” di rumah tetangganya. Pastilah sebagian dari kita pernah bernah “menumpang” di rumah teman/tetangga untuk bermain game.
Mengingat Tendo masuk ke Indonesia pada tahun 1995. Pada saat itu tak semua orang punya Tendo, bahkan tak semua rumah punya TV. Jadi “menumpang” adalah salah satu cara agar kita bisa merasakan asiknya bermain Mario Bros hingga Circus Charlie. Saya sendiri sempat punya Tendo, itu pun pada awal tahun 2000-an.
Lebih dari dua dekade lalu, ingatan saya tentang bermain Tendo tak begitu banyak, selain bermain Mario Bros dan Circus Charlie, saya juga mengingat sebuah game yang saya mainkan dengan stik khusus berbentuk pistol. Dulu, saya menyebutnya “game bebek”. Permainan yang ternyata berjudul Duck Hunt. (Judul yang sebenarnya baru saya ketahui lebih dari dua dekade kemudian.)
Pada halaman 7-8. Kak Angger lagi-lagi membuat saya tersenyum sendiri. Sebuah situasi ketika lebaran antara: paman, koponakan, dan ibu benar-benar pernah terjadi di hidup saya. Bisa jadi situasi seperti ini, muncul di setiap lebaran.
Akan coba saya tuangkan situasi itu ke dalam tulisan ini, biar kalian tahu kenapa saya tersenyum-senyum sendiri.
“Ger, ke sini, ada uang THR untuk Angger,” kata teman ayahku, sembari memberikan uang THR.
“Wah, terima kasih, Om,” ucapku.
Siang harinya, aku langsung pergi ke rental PS dekat rumah dan bermain di sana higga sore.
“Dari mana?” tanya ibuku.
“Abis main PS,” jawabku.
“Duit dari mana bisa main?” ibuku bertanya lagi.
“Tadi dikasih teman ayah,” jawabku lagi.
“Mana sisa uangnya?” tanya ibu lagi.
“Abis ...,” jawabku santai.
Tak lama kemudian, akhirnya aku kena omel, karena semua uangnya aku habiskan untuk bermain PS.
Apa kalian tersenyum-senyum sendiri?
Sepenggal cerita itu seperti sebuah mantra sihir. Dapat membuat kita merasakan kembali manisnya hari lebaran ketika masih kecil.
Rental PS mendadak penuh sesak dari pagi, semua anak dengan uang yang banyak berkumpul di sana, rela antri berjam-jam demi bisa menikmati serunya bermain game.
Tak hanya Tendo dan PS saja yang dibahas Kak Enggar di dalam zine ini, ada banyak sekali permainan konsol lainnya. Mulai dari yang populer pada tahun 90-an seperti: Tendo, Gamebot, Sega, Dindong, sampai satu console game yang masih menjadi misteri (halaman 5-6.)
Permainan konsol yang popular pada tahun 2000-an pun ikut diceritakan oleh Kak Enggar. Tamagotchi, Playstasion (PS), PSP, Nintendo Wii, bahkan emulator di Android yang cukup populer dimainkan belakangan ini pun ada!
Tahun 2017 sebuah riset menemukan ada 27 emosi utama manusia, salah satunya nostalgia. Sensasi rasa rindu dan haru menjadi perasaan yang khas di dalam nostalgia.
Pada zine Memorabilia: Ini Ceritaku Bermain Konsol Game yang dibuat oleh Angger Nugroho ini, sensasi perasaan rindu dan haru itu muncul seketika. Meskipun zine maker-nya hanya menampilkan cerita yang begitu singkat, terpotong, dan sederhana.
Tawaran nostalgia itulah yang menjadikan zine ini begitu menyenangkan untuk dibaca. Selain menyimpan kenangan manis, saya juga juga dibuat mensyukuri nikmat tuhan. Karena hidup belakangan ini begitu bajingan. Bernostalgia merupakan cara terbaik untuk mengingat, jika hidup itu pernah begitu asik dan menyenangkan.
Diperkuat dengan bahasa lokal yang sering muncul pada dialog sebagai kalimat langsung. Angger Nugroho memberikan aktualitas itu kepada saya di dalam teksnya. Visual permainan konsol yang ditampilkan juga cukup membantu saya dalam menyusun kembali ingatan-ingatan lama tentang console game.
Hal itu membuat cerita Kak Angger menjadi cerita kita juga. Yah dalam nostalgia, kita selalu menjadi peran utama. Dan Kak Angger cukup berhasil melakukan itu.
Pada intinya, nostalgia memang bisa membuat kita bahagia, jika boleh saya mengutip artikel di IDN Time mengacu pada sebuah jurnal ilmiah yang berjudul asekkk, ilmiah-ilmiah nih Bung! The Brain and Nostalgia yang diterbitkan dalam Neurology Live.
Nostalgia dapat menjadi sarana pemicu kenyamanan dan perasaan bahagia. Dan terbukti dapat menjadi antidepresan alami, serta membuat ritme otak menjadi tenang. Meskipun beberapa orang bisa merasakan sedih bercampur haru ketika bernostalgia. Karena biasanya, bernostalgia memiliki ikatan emosional yang begitu kuat dengan satu hal.
Jadi, wajar jika kita sangat suka bernostalgia. Asik, manis, candu, murah, dan membahagiakan. Malangnya, mesin waktu di dalam anime Doraemon hanyalah sebuah benda di dalam cerita fiksi belaka.
Kamu harus baca zine ini, sebelum bisa baca, bagaimana cara mendapatkannya?
Coba follow Instagram zine maker-nya: @angger.nugroho. Lalu tanya sama dia langsung.
Jangan lupa minta stiker karakter Ryu dalam game Street Fighter, Contra dan karakter Mustopa (Cadillac And Dinosaurs.)
Tabik!
Pardesela
No comments: