Membenci Januari

Membenci Januari

Sepertinya, sebagian besar manusia di Bumi membuka tahun dengan suka-cita. Januari menjadi awal dengan semangat yang meletup di atas kepala. Namun, entah, Januariku hampir selalu lekat dengan duka.

Sejak 2015 silam, aku membenci Januari. Ada banyak kehilangan di sepanjang hidupku selepasnya. Mulai dari lelaki yang menghilang tiba-tiba tanpa kabar, kakak meninggal, bapak meninggal, dan yaa sampai dengan kehilangan yang saat ini sedang aku rasakan. Skenario hidupku lucu sekali rupanya.

Menjelang akhir Desember, hatiku pasti selalu ketar-ketir, kepalaku penuh dengan prasangka akan ada apa lagi pada Januari berikutnya? Lelah sekali rasanya. Bisa, gak, Januari dicoret aja? Atau, minimal, aku ingin hibernasi panjang. Nanti bangunnya kalau sudah sudah ganti bulan. Seandainya bisa di-setting kayak gitu, ya ….

Kapan ya aku bisa punya Januari yang indah? Gak perlu indah, deh. Tenang aja. Aku cuma mau bernapas dengan ringan, tanpa ada sesak. Aku benci Januari. Benar-benar benci Januari.

Padahal, sebetulnya, hari ini aku sedang cukup bahagia. Karena setelah sekian lama, akhirnya aku bisa kembali mendapat pekerjaan ringan yang cuannya lumayan. Memang, enggak usah terlalu senang atau terlalu sedih atas sesuatu, ya. Nanti kalau ada apa-apa di baliknya kayak sekarang kan bisa jadi down gak keruan. Enggak kok, aku lagi gak down sekarang. Serius! Cuma sedih dan mau menumpahkannya aja.

Ya, aku juga masih belajar sih buat mengontrol semuanya. Kurasa, Januari kali ini aku lebih kuat. Soalnya, udah persiapan lebih dulu mendekatkan diri dengan Tuhan. Nangis sedikit, gak apa-apa. Namanya juga masih manusia. Sudah ngadu banyak sekali sama Allah sambil nangis bombay saat salat ashar, tinggal berserah aja. Enggak tau akhirnya kayak gimana, tapi aku percaya saat ini Allah sedang memproses doa-doa yang aku minta. Walau, ya, jalannya harus enggak enak duluan. Kalau mau lihat pelangi, harus mau menerima hujan dulu, kan? Pas banget, kayak cuaca di luar.

Aku tau aku telah banyak bertumbuh. Aku enggak perlu validasi dari siapa pun. Aku suka mengevaluasi diriku. Namun sayangnya, sebanyak apa pun aku bertumbuh, benciku pada Januari belum sembuh. Enggak tau bisa sembuh atau malah semakin berlarut karena kejadian-kejadian tidak menyenangkan yang terus berlanjut. Ya, seenggaknya, aku udah lebih fasih untuk menerimanya dulu.

Btw, aku lagi punya banyak deadline. Banyak banget. Baik yang aku buat sendiri, kerjasama yang sifatnya barter, ataupun job menulis berbayar (yang baru kudapat hari ini dan sebelumnya sempat bikin aku happy). Allah gak pernah ngizinin aku sedih terlalu lama. Makanya aku nulis ini karena enggak tau mau numpahin unek-unek ke siapa supaya lega. Habis ini mesti bangkit lagi, selesain semuanya sampai tuntas, bismillah! Jadi agak ukhti gini, ya? Masih bandel bukan berarti gak boleh jadi lebih baik, kan?

Aslinya sih aku lagi capek banget. Capeknya sampai nulis capek aja bisa bikin aku capek. Bingung, kan? Iya, sama. Capeknya sampai enggak bisa ngamuk, enggak bisa menyalakan keran air mata yang biasanya bocor itu, enggak bisa berharap apa-apa. Ya sudah, diam aja. Melanjutkan baca buku, scroll media sosial, mencari ide tulisan, melanjutkan hidup pokoknya. Capek, saking capeknya sampai seenggak punya energi itu rasanya untuk melakukan hal-hal di luar plan yang sudah direncanakan.

Agak khawatir sama diri sendiri, tapi aku masih percaya sih yang kali ini akan bisa aku lewati lagi kayak yang kemarin-kemarin.

Januari memang bangsat. Aku tetap benci Januari. Namun bedanya, aku udah lebih kuat saat ini.
Membenci Januari Membenci Januari Reviewed by hvman on January 11, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.

Pages

Label